WANITA HAID BOLEH BACA AL-QUR’AN ?

Masyhur di telinga umat muslim, orang yang memiliki hadats besar seperti wanita yang haid diharamkan membaca al-Qur’an. Berdasarkan firman Allah swt :

لَّا يَمَسُّهُۥٓ إِلَّا ٱلۡمُطَهَّرُونَ ٧٩

“tidak menyentuhnya (al-Qur’an) kecuali orang-orang yang disucikan” (Q.S al-Waqi’ah : 79)

Ayat ini menjelaskan bahwa al-Qur’an melarang orang yang berhadats baik kecil maupun besar untuk memegang mushaf. Lebih lanjut imam An-Nawawi menjelaskan dalam at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an, beliau berkata :

وأما الجنب والحائض فانه يحرم عليهما قراءة القرآن سواء كان آية أو أقل منها ويجوز لهما إجراء القرآن على قلبهما من غير تلفظ به

“adapun orang yang junub dan haid, mereka berdua diharamkan membaca al-qur’an baik satu ayat saja atau kurang dari satu ayat, namun mereka diperbolehkan membaca al-qur’an dalam hati tanpa melafalkan” (Abi Zakariya Yahya bin Syarofuddin an-Nawawi, 1991, at-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an,  Beirut: Maktabah al-Muayyad).

Namun, muncul banyak pertanyaan bagi para pengahafal al-Qur’an. Kini, banyak sekolah-sekolah yang memiliki program tahfidz al-Qur’an yang menuntut seluruh peserta didik untuk menghafal al-Qur’an sesuai dengan target yang telah ditentukan. Lalu bagaimana jika seorang pelajar yang sedang berpacu dengan waktu untuk menghafal qur’an, tetapi ia diganggu dengan datangnya haid ?

Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar dalam Bughyatul Mustarsyidin menjelaskan :

وتحرم قراءة القرآن على نحو جنب بقصد القراءة ولو مع غيرها لا مع الاطلاق على الراجح, ولا يقصد غير القراءة كرد غلط وتعليم وتبرك ودعاء

“membaca al-qur’an haram bagi orang semisal junub walau dibarengi dengan tujuan lain. Namun menurut pendapat yang lebih kuat, tidak haram jika ia memutlakkan tujuan (sekedar baca saja tanpa ada niat apapun). Pula tidak haram jika tujuannya bukan membaca, seperti membenarkan bacaan yang salah, mengajarkan al-Qur’an, tabarruk atau mencari keberkahan, dan berdoa” (Sayyid Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin Umar, 1994, Bughyatul Mustarsyidin, Beirut: Dar al-Fikr)

Pendapat ini diperkuat oleh Wazarah al-auqof wa asy-syu’un al-silamiyah al-kuwaitiyyah dalam kitab al-mausu’ah al-fiqhiyyah, mereka menuliskan :

وذهب المالكية إلى أن الحائض يجوز لها قراءة القرآن في حال استرسال الدم مطلقا, كانت جنبا أم لا, خافت النسيان أم لا

“kalangan madzhab Maliki berpendapat bahwa orang yang haid boleh membaca al-Qur’an ketika kondisi masih mengeluarkan darah secara mutlak, dalam kondisi junub atau tidak, dan takut lupa hafalan atau tidak” (Wazarah al-auqof wa asy-syu’un al-silamiyah al-kuwaitiyyah, al-mausu’ah al-fiqhiyyah, juz 18, hal. 322)

Paparan di atas menunjukkan bahwa asal hukum membaca al-Qur’an bagi orang yang haid adalah haram dengan catatan tujuannya adalah membacanya untuk mendapatkan pahala. Namun menurut pendapat yang lebih kuat, menjadi diperbolehkan membaca al-Qur’an jika tujuannya adalah mengajar, belajar, membenarkan bacaan yang salah, dan doa.

Hal ini dipraktikkan juga di asrama Institut Ilmu Qur’an (IIQ) Jakarta. Diana Faricha Camilla, yang merupakan salah satu mahasiswi IIQ Jakarta menuturkan bahwa mahasiswi di asrama IIQ Jakarta dituntut menghafal al-Qur’an sesuai dengan program dan target masing-masing. Pihak asrama menjelaskan beberapa kepada para mahasiswi, dalil diperbolehkannya membaca al-Qur’an bagi wanita yang sedang haid dengan tujuan menghafal ayat-ayat al-Qur’an. Akan tetapi, para mahasiswi diberi keleluasaan untuk mengikuti dalil tersebut atau tetap berhenti menghafal ketika haid.

Banyak dari mereka yang tetap dengan rajin dan istiqomah menghafal al-Qur’an meski dalam kondisi haid. Sebab tujuan mereka adalah menghafal bukan membaca. Disamping itu mereka juga mengejar target-target yang harus dicapai pada tiap semester. Terlebih ketika ujian berlangsung, banyak dari mahasisiwi yang tetap setor hafalan dan mengikuti ujian tahfidz al-Qur’an.

Demikian segelintir penjelasan mengenai hukum membaca al-Qur’an bagi wanita haid yang dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan program tahfidz al-Qur’an. Terlebih bagi adik-adik di sekolah yang sedang berpacu dengan waktu dan target hafalan. Jika anda memiliki dalil dari pendapat dari ulama lain, silahkan sampaikan melalui kolom komentar.

Wallahu a’lam

Tinggalkan komentar