SAYYIDAH KHODIJAH RHA, SANG WANITA SPESIAL

Sedang hangat di kalangan sebagian masyarakat muslim di Indonesia, qasidah sayyidah Khodijah RHA. Rupanya daya tarik masyarakat akan qasidah ini tak lepas dari ittiba’ kepada al-Maghfurlah simbah K.H Maimoen Zubair yang amat mencintai sayyidah Khodijah RHA. Dan kabarnya, beliau dimakamkan di Ma’la dekat dengan makam sang ummul mu’minin, istri pertama Rasulullah saw tersebut.

Qasidah tersebut merupakan buah karya Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasany. Beliau merupakan salah satu guru dari al-Maghfurlah simbah K.H Maimoen Zubair. Tidak hanya qasidah tersebut, beliau juga menuliskan manaqib al-Busyro dalam menceritakan sejarah tentang sayyidah Khodijah al-Kubro RHA.

Ayahanda sayyidah Khodijah RHA ialah Khuwailid bin Usad bin Abdul uzza bin Qushay, sedangkan ibundanya ialah Fatimah binti Zaidah bin al-Ashom dari bani Amir bin Lu’ai bin Gholib. Nasab beliau dengan Rasullah saw bertemu pada satu kakek, yakni simbah Qushay. Ini menunjukkan bahwa sayyidah Khodijah RHA pun berasal dari nasab yang suci dan mulia, sebagaimana nasab Rasulullah saw.

Beliau RHA dilahirkan 15 tahun sebelum kelahiran baginda Rasul Muhammad saw. Beliau merupakan wanita yang cantik, cerdas dalam segala urusan. Bisnisnya dalam perdagangan sangat sukses. Banyak orang apply job kepadanya sebagai buruh dagang.  Sehingga banyak sekali orang-orang, baik perempuan maupun laki-laki menjadi karyawannya. Pada akhirnya, sayyidah Khodijah RHA merekrut Rasulullah saw untuk ikut dalam bisnis perniagaannya. Sebab dia telah mendengar ketenaran akhlak dan kejujuran Rasulullah saw dalam berdagang.

Lambat laun, Allah menganugerahi sa’adah abadiyyah atau kenikmatan yang tak lekang oleh waktu kepada sayyidah Khodijah RHA berupa rasa cinta kepada Rasulullah saw dengan memilihnya sebagai calon suami. Sehingga membuat sayyidah Khodijah RHA melamar Rasulullah saw. Hal yang teramat jarang jika kita lihat pada masa sekarang. Biasanya laki-laki lah yang melamat terhadap perempuan. Namun tidak bagi cinta sayyidah Khodijah RHA kepada Rasulullah saw. Kuasa Allah memang tiada tara, Rasulullah saw pun dianugerahi ilham berupa rasa cinta kepada sayyidah Khodijah RHA. Hingga pada akhirnya pasangan yang suci ini menikah dalam penuh kebahagiaan.

Tatkala Rasulullah saw mendapat perintah dari Allah swt melalui mimpi untuk berkholwat di gua Hira’, beliau menyendiri di sana untuk beribadah dan bertafakkur selama satau bulan tiap tahun. Sayyidah Khodijah RHA berperan besar dalam memenuhi kebutuhan selama Rasulullah saw berkholwat. Ia amat mendukung kala suaminya pergi beribadah, bahkan ia pula yang menyiapkan segala kebutuhan sandang maupun pangan. Sayyidah Khodijah RHA tak lupa mencium tangan Rasulullah saw ketika beliau hendak pergi berkholwat. Meski dengan penauh debar-debar hati mengkhawatirkannya yang sendirian menuju gua Hira’. Bahkan ketika Rasulullah saw pulang, dan masih tenggelam dalam wahdaniyyahnya, kesendirian bertafakkur. Maka sayyidah Khodijah RHA pun tidak berani mengajak beliau berbicara, sebab takut memotong kekhusyu’an beliau dalam bertafakkur.

Hingga pada akhirnya, pasca Rasulullah saw mendapat wahyu pertama dari Allah swt melalui Jibril as, beliau pulang ke rumah dengan gemetar. Beliau meminta kepada istrinya RHA : “selimuti aku… selimuti aku… !!” Sudah barang tentu sayyidah Khodijah RHA menyelimuti beliau yang masih gemetar badannya. Hingga ketika Rasulullah saw mulai cooling down, dan mulai menceritakan kepada istrinya atas apa yang terjadi pada dirinya di gua Hira’. Sayyidah Khodijah RHA menenangkan beliau dengan lembut : “sungguh Allah swt telah menganugerahi kemuliaan dan keluhuran kepada engkau. Demi Allah aku percaya, Allah takan memberikan kepada engkau kecuali segala kebaikan. Aku bersaksi bahwa engkau adalah Nabi bagi ummat ini yang telah dinanti-nanti. Aku juga sudah mengetahui berita dari pendeta Buhaira akan kenabian engkau.”

Sayyidah Khodijah RHA begitu istimewa, beliau adalah orang pertama yang beriman dan membenarkan kerasulan Muhammad saw. Ia menjadi orang yang pertama kali bersaksi bahwa tiada tuhan kecuali Allah swt dan Muhammad adalah utusan-Nya, disaat orang lain mengingkarinya, disaat masyarakat jahiliyyah mencelanya, disaat kaum Quraisy lain mencela dan mencercanya. Sayyidah Khodijah dengan penuh keyakinan bahwa suaminya merupakan seorang Nabi akhiruzzaman. Sebab keimanannya ini, Allah berikan kenikmatan dan kemudahan dalam segala urusannya.

Jibril as pun pernah bersinggah di kediaman beliau. Bahkan Jibril pernah menitipkan salam darinya dan dari Allah swt melalui Rasulullah as untuk sayyidah Khodijah RHA. Terlebih Jibril as memberikan berita gembira, bahwa sudah disiapkan rumah di surga untuk sayyidah Khodijah RHA.  

Yahya bin Afif menceritakan : “Pada saat bulan haji, aku berniat datang ke mekkah. Namun, aku singgah di rumah Abbas bin Abdul Mutholib di Mina. Hingga pada saat matahari terbit, kulihat ada seorang laki-laki berjalan menuju depan ka’bah dan melaksanakan shalat. Saat dia masih berdiri, kulihat di belakanya datang seorang laki-laki lain, lalu disusul satu orang perempuan. Mereka bertiga melaksanakan sholat berjama’ah. Lalu Kutanyai Abbas bin Abdul Mutholib, siapa sebenarnya mereka bertiga ini. Abbas menjelaskan bahwa yang menjadi imam sholat adalah Muhammad saw, dan yang menjadi ma’mumnya adalah Ali bin Abi Tholib ra serta sayyidah Khodijah RHA. Aku takjub melihat mereka, andai saja aku ikut dalam jama’ah mereka”.

Sayyidah Khodijah RHA mendapatkan anugrah yang amat mulia. Sisa hidupnya ia habiskan hanya bersama Rasulullah saw, berkhidmat dan melayani sang Nabi terakhir. Bahkan, setelah ia wafat pun Rasulullah saw selalu mengenang cinta dan kasih sayang Khodijah RHA kepadanya. Beliau selalu menyebut-nyebut nama istrinya, dan menceritakan betapa baik budu pekertinya menjadi seorang istri. Dalam berbagai riwayat hadits menyebutkan, bahwa Rasulullah saw menyatakan ratu para wanita ialah Maryam binti Imron, Khodijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah binti Muzahim, ibu angkat daripada Nabi Musa as. Inilah beberapa petikan kisah sayyidah Khodijah RHA yang diungkapkan oleh Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasany dalam manaqib al-Busyro. Semoga kita dapat meneladani budi akhlak mulia yang dimilikinya. Mendapat keberkahan dari Sayyid Muhammad bin Alawy al-Maliki al-Hasany, sang penutur kisahnya. Dan tercatat sebagai orang yang akan ikut berkumpul bersama simbah K.H Maimoen Zubair kelak di hari akhir, Amin.

sumber : Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasany, Al-Busyro fi manaqibi as-Sayyidah Khodijah al-Kubro.

Tinggalkan komentar